Sejarah Lahirnya Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar
Negara
Penjajahan Belanda berakhir pada tahun 1942, tepatnya
tanggal 8 Maret. Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang.
Namun Jepang tidak terlalu lama menduduki Indonesia. Mulai tahun 1944, tentara
Jepang mulai kalah dalam melawan tentara Sekutu. Untuk menarik simpati bangsa
Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang
memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh
Perdana Menteri Jepang Kuniaki Kaiso pada tanggal 7 September 1944.
Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang
memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji
kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar
Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura)
Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan
ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan
kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan
Indonesia.
Badan ini dibentuk oleh Jepang
pada tanggal 1 Maret 1945(2605, tahun Showa 20) dengan beranggotakan 74 orang (67 orang Indonesia, 7 orang Jepang),
dan mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945 untuk merumuskan falsafah dasar
negara bagi negara Indonesia. Pertanyaan yg timbul pada sidang yang berlangsung selama tiga hari itu adalah :"Jika Indonesia
Merdeka apa yang akan menjadi Dasar Negara?". Selama
tiga hari itu tiga orang, yaitu, Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno,
menyumbangkan pemikiran mereka bagi dasar negara Indonesia. Dalam sidang pertama ini yang
dibicarakan khusus mengenai calon dasar negara untuk Indonesia merdeka nanti. Ketiga orang itu masing-masing mengusulkan calon
dasar negara untuk Indonesia merdeka. Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai
dasar negara secara lisan yang terdiri atas lima hal,
yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Selain itu Muhammad Yamin juga
mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Usulan ini diajukan pada tanggal 29
Mei 1945, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengajukan usul
mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi
nama Pancasila. Lebih lanjut Bung Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut
dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal ini menurutnya
juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong, karena itu Gotong Royong merupakan Ruh/spirit dari Pancasila.
Selesai sidang pertama, pada tanggal
1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil
yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta
melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan
mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni
1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Ki Bagus Hadikusumo
3. K.H. Wachid Hasjim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
6. Mr. A.A. Maramis
7. R. Otto Iskandar Dinata
8. Drs. Muh. Hatta
1. Ir. Soekarno
2. Ki Bagus Hadikusumo
3. K.H. Wachid Hasjim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
6. Mr. A.A. Maramis
7. R. Otto Iskandar Dinata
8. Drs. Muh. Hatta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan
rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota BPUPKI yang
berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya
sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri
atas sembilan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Muh. Hatta
3. Mr. A.A. Maramis
4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkir
6. Abikusno Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Muh. Hatta
3. Mr. A.A. Maramis
4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkir
6. Abikusno Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin
Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada
tanggal itu juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah
Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”.
Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 juli 1945, hasil
yang dicapai adalah merumuskan rancangan Hukum Dasar. Sejarah berjalan terus.
Pada tanggal 9 Agustus dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, dan
sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi
kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan acara utama (1) mengesahkan
rancangan Hukum Dasar dengan preambulnya (Pembukaannya) dan (2) memilih
Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup
panjang. Sebelum mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan
bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi
Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya, berberapa utusan tersebut adalah sebagai berikut: Sam
Ratulangi wakil dari Sulawesi, Tadjoedin Noor dan Ir. Pangeran Noor wakil dari Kalimantan, I Ketut Pudja wakil dari Nusa Tenggara dan Latu Harhary wakil dari Maluku. Mereka semua berkeberatan dan
mengemukakan pendapat tentang bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan UUD yang
juga merupakan sila pertama Pancasila sebelumnya, yang berbunyi,
"Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya"..
Intinya, rakyat Indonesia bagian
Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di belakang kata
“ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur
lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul
ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI 1 yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, khususnya kepada para
anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid
Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam,
demi persatuan dan kesatuan bangsa. Dan
akhirnya bersamaan dengan penetapan rancangan pembukaan dan batang tubuh UUD
1945 pada Sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945 Pancasilapun ditetapkan sebagai
dasar negara Indonesia.
Oleh karena pendekatan yang
terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat Indonesia baru saja
merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya “dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” di belakang kata Ketuhanan
dan diganti dengan“Yang Maha Esa”.
Adapun bunyi Pembukaan UUD1945 selengkapnya sebagai berikut:
Adapun bunyi Pembukaan UUD1945 selengkapnya sebagai berikut:
UNDANG-UNDANG
DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
PEMBUKAAN
(Preambule)
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
PEMBUKAAN
(Preambule)
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Ke-rakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sering dipolitisir oleh pihak-pihak tertentu. Pada
thn 1957-1959 ada pemikiran untuk merumuskan kembali Dasar Negara. Dewan
Konstituante memperdebatkan hal itu selama 2 tahun dengan beberapa pilihan :
(1) Dasar Negara Pancasila dipertahankan, (2) Dasar Negara Islam, atau (3)
Dasar Negara Sosio Demokrasi.
Pada akhirnya Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden dan
membubarkan Dewan Konstituante dan kembali pada Pancasila.
Untuk mempertahankan Pancasila, Soekarno membuat
indoktrinasi yang dikenal dengan 7 POKOK INDOKTRINASI. Yang berujung membuat
Pancasila menjadi dogmatis dan menjenuhkan.
Banyak orang menolak Pancasila hanya karena merasa ingin
berbeda dengan Pihak Penguasa, karena Pancasila dipolitisir oleh pihak-pihak
yang berkuasa untuk melanggengkan kekuasaannya.
Apa yang membuat Pancasila menarik adalah nilai-nilai
persatuan yang bersifat universal yang terkandung di dalamnya. Ketika kita dihadapi oleh berbagai
persoalan multidimensional dan mulai kehilangan arah, maka ada pihak yang
mengusung budaya kearab-araban pada satu sisi dan kebarat-baratan pada sisi
yang lain. Di tengah kebingungan ini muncul pertanyaan tentang apa sih jati
diri kita sesungguhnya yang dapat mempersatukan semua pihak. Karena pertanyaan
tersebut dan tanpa mengabaikan pihak yang lain, maka PANCASILA menjadi jawaban
yang RELEVAN. Sebagai nilai-nilai dasar, Pancasila
telah mencakup semuanya. Kesadaraan
akan nilai-nilai universal yg ada di Indonesia telah terangkum semuanya di
dalam Pancasila. Oleh karena itu Pancasila harus dibuat bermakna bagi kehidupan kita agar
tidak hanya menjadi sekedar konsep yang sewaktu-waktu bisa dibuang. Karena itu
kesadaran akan Pancasila harus muncul dari jiwa kita.
Nilai-nilai Dasar sangat penting untuk selalu dimaknai
kembali, karena generasi di masa mendatang belum tentu bisa menghayati
Pancasila sebagai perekat dasar yang mempersatukan Indonesia. Hal tersebut akan
sulit sekali dicapai jika kita tidak berusaha memaknai kembali nilai-nilai
luhur Pancasila.
sumber nya dari mna mas
BalasHapus